Senin, 17 Juni 2013

makalah sejarah eropa kontemporer


BAB 1
PENDAHULUAN
Oleh: Achmad Saleh
1.    Latar Belakang

Kosovo adalah sebuah provinsi dinegara bekas Yugosavia dan kini di bawah kedaulatan Serbia. Namun demikan, Kosovo diberi otonomi khusus oleh pemerintah sebia atas tekanan-tekanan dari negara-negaara barat dan anggota pakta pertahanan atlantik utara atau Nato.
konflik selalu saja terjadi di berbagai belahan bumi manapun di dunia. Konflik adalah hubungan antara dua pihak baik individu atau kelompok yang memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan1. Konflik juga dapat dikatakan sebagai sebuah keadaan yang terjadi karena terdapat perbedaan kepentingan antar individu atau kelompok. Konflik yang sudah pernah terjadi di dunia, dan seperti kita ketahui bersama antara lain adalah, Konflik Rwanda, konflik
Bosnia-Herzegovina, konflik Kosovo dan lain-lain. Dari dua definisi tersebut, makalah ini akan mencoba memaparkan konflik yang terjadi di Kosovo beberapa waktu yang lalu.
Konflik di Kosovo terjadi karena adanya usaha melenyapkan etnis Albania yang merupakan etnis minoritas oleh etnis Serbia yang merupakan etnis mayoritas. Fanatisme dari etnis Serbia muncul tidak lepas dari usaha seorang tokoh antagonis di panggung sandiwara dunia,
Presiden Yugoslavia Slobodan Milosovic yang beretnis Serbia. Presiden Yugoslavia memimpikan sebuah “Serbia Raya”, dan karena etnis Albania yang merupakan etnis minoritas dengan latar belakang mayoritas beragama Islam ingin memisahakan diri dengan etnis Serbia yang mayoritas dengan latar belakang mayoritas beragama Katolik. Slobodan Milosevic dengan segera mengadakan aksi kekerasan dengan kekuatan militer untuk menanggulangi pemisahan diri etnis Albania







Latar belakang masalah

1.    Bagaimana konflik Kosovo itu terjadi?
2.    Bagaimana konflik Kosovo itu terulang kembali?
3.    Bagaimana siapa saja aktor dalam konflik Kosovo?



Tujuan masalah
1.    Agar mahasiswa tahu kenapa konflik Kosovo itu terjadi.
2.    Agar kita mampu mengetahui konflik Kosovo itu terulang kembali.
3.    Kita mampu mengetahui siapa saja aktor dalam konflik Kosovo.
















BAB II
PEMBAHASAN

1.    Kembalinya Konflik Etnis Kosovo

Setelah kematian Tito pada tanggal 4 Mei 1980, ketegangan anatar etnis muncul kembali.Konflik etnis yang terakumulasi pada paruh 1970-an mulai meledak, setelah sekian lama berhasil ditekan pada masa kekuasaan Tito. Meniggalnya Tito telah menciptakan situasi vacum politik di Yugoslavia dan menunjukan bahwa setabilitas negara Yugoslavia bergantung sepenuhnya pada kemampuan pemimpin kharismatik dalam harmonisasi hubungan antar etnik. Kekerasan etnik yang terjadi di kosovo awal tahun 1981, merupakan fenomena awal konflik anatr etnik sepeninggalan Tito
yang paling krusial bagi stabilitas Yugoslavia. Terjadi unjuk rasa yang meluas di Kosovo oleh kelompok nasional Albania yang menuntut peningkatan status Kosovo menjadi republik penuh. Unjuk rasa yang di lakukan oleh mahasiswa di Universitas Pristina bulam maret 1981 secara cepat menyulut demonstrasi secara luas dan aksi kekerasan melanda seluruh wilayah propinsi, menyebabkan bentrok serius antara etnis Albania dengan aparat keamanan. Seluruh seluruh wilayah Kosovo di tutup dan keadaan darurat diumumkan. Pemerintah Serbia melakukan ‘unjuk’ kekuatan militer di seluruh wilayah Kosovo, pasukan anti huru hara di turunkan untuk meredakan suasana.
Seluruh institusi pendidikan di wilayah ini tutup. Demonstrasi yang semangkin meluas terjadi pada bulan Maret 1982. Ketegangan dan kerusuhan meluas ke wilayah Montenegro dan Macedonia. Pada aakhir juli 1980, sekitar 2.000 etnik Serbia dan Montenegro berencana melakukan longmarch dari Kosovo menuju Beograd untuk melakukan protes terhadap kegagalan pemerintah federal dalam menghentikan aksi kekerasan kelompok nasionalis Albania. Tapi aksi protes itu di hentikan oleh pemerintah setempat. Ratusan etnik Serbia dan Montengro mengungsi keluar meninggalkan Kosovo, dengan jumlah total pengungsi sebesar 22.000 orang pada tahun 1987.
Konflik di Kosovo mencapai puncaknya pada tahun 1989. Terjadi demonstrasi besar besaran yang di lakakuakan etnis Albania sebagai rasa kekecewaan terhadap Serbia. Kosovo merasa otonomi propinsinya banyak di kurangi semenjak Serbia dipimpin oleh Slobodan Milosevic. Kerusuhan etnis memuncak ketika di syahkanya amandemen undang-undang dasar republik Serbia, yang menyatakan bahwa otonomi Kosovo berada dibawah pengawasan pemerintah republik Serbia (Maret 1989).
Padahal sebelum diubah (berdasarkan konsitusi 1974), Serbia tidak punyai wewenang terhadap propinsi otonominya. Kerusuhan yang terjadi menimbulkan jatuhnya korban sebanyak 100 orang meninggal dari etnis Albania (termasuk dua polisi) dan lebih dari 254 militan Albania di tangkapdalam Bulan Febuari 1990 setelah terjadi kerusuhan. Setelah itu, di Kosovo sisa-sisa gerakan yang menghendaki pemerintahan sendiri secara perlahan berhasil di lenyapkan anatara tahun 1989-1990, ketika Milosevic menekan Dewan Kosovo dan memenjarakian wakil-wakilnya. Pendudukan Serbia ini di tandai dengan tersingkirnya etnik Albania dari posisi-posisi yang mereka duduki sebelumnya. Walaupun penduduk etnik Serbia di Kosovo hanya kurang dari 10 % tetapi Milosevic memaksakan agar bahasa Serbo-Kroasia sebagai bahasa resmi di Kosovo. Untuk itu pengusa Serbia membubarkan semua sekolah-sekolah lanjutan yang menggunakan bahasa Albania dan memberhentikan tidak kurang dari 6.000 guru etnik Albania.
 Dalam hal kerusuhan etnis di Kosovo, pihak Kroasia dan Slovenia melancarkan kecaman keras atas pengambilalihan kekuasaan Kosovo oleh Serbia dan menuduh Serbia melanggar hak-hak asasi penduduk kosovo untuk bebas menentukan nasibnya sendiri. Kroasia dan Slovenia mengkhawatirkan tindak tanduk Serbia atas Kosovo yang di dasarkan sebagai ancaman dari suku terbesar terhadap suku minoritas, apalagi mengingat usah Serbia dalam melakukan amandemen terhadap hegemoni Serbia atas repubhlik-republik lainnya. Usaha Serbia untuk membatalkan ketentuan-ketentuan konsitusi telah meninggalkan kekhawatiran republik-republik lainnya. Jelas bahwa perubahan konsitusi nasional tersebut untuk memberikan wewenang lebih besar kepada pemerintah pusat yang berarti pula akan mengurangi kekebasan republik-republik lainnya. Dukungan Kroasia dan Slovenia terhasap etnis Albania telah meninggalakan ketegangan hubungan anatara Korasia dan Slovenia di satu pihak dengan Serbia dan Mentenogro di lain pihak, seperti ketika terjadi perang pers Serbia dan Montengro melawan pres Kroasia dan Slovenia. Pihak Serbia dan Montenegro menuduh di balik dukungan Kroasia dan Slovenia terhadap gerakan irredenta etnis Albania itu tersembunyi maksud kedua republik ini untuk menegaskan atau menguji
kedaulatan pemerintahan federal untuk memungkinkannya memisahkan diri dari Yugoslavia, kemudian hari jika diperlukan. Bersamaan dengan itu, hubungan politik, cultural, dan akademik antara kedua belah pihak juga mengalami kemandekan.
Persengketaan ini mencapai puncaknya ketika pemerintah Slovenioa tidak mengijinkan diadakannya pertemuan massal oleh etnis Serbia dan Montenegro asal Kosovo yang akan dilaksanakan tanggal 1 Desember 1989 di Ljubljana, ibukota Slovenia, yang mana dimaksudkan bagi  rancangan kembalinya etnis Serbia dan Mentenegro itu ke Kosovo setelah merdeka pindah dari sana sejak tahun 1980-an . Selanjutnya pemerintahan Slovenia mengambil langkah-langkah pengamanan untuk mencagah pertemuan massal itu dengan menggerakan polisi dam militernya kedaerah perbatasan Slovenia.
Lebih lanjut lagi, pertikaian antar etnis telah mengakibatkan terjadinya pertentangan antar gereja. Ditangkapnya para militan Kroasia atas serangkaian tindak kerusuhan tahun 1980-an menyebabkan pertentangan kembali antara Gereja Katholik Kroasia dengan pemerintahan federal terutama Serbia. Pertentangan agama yang mulai tumbuh sejak abad 11 itu tetap mengakar kuat bahkan menjalar dalam bidang kehidupan politik dan sosial. Kroasia dan Slovenia secara histories memang telah memiliki perbedaan mendasar dengan Serbia yang tidak jarang menjadi bahan
perselisiahan.Gerja Kristen Orthodoks Serbia yang pro pemerintahan selalu bertentangan dengan Gereja Katholik Roma yang berada di Kroasia dan Slovenia yang sering menyarankan anti pemerintah.
 Selain itu, sosialisasi antara kelompok etnis di Yugoslavia dapat dikatakan sudah tidak ada lagi. Program pertukaran kebudayaan di antara keenam republik semangkin jarang dilakukan. Sekolah-sekolah dengan program nasional semangkin terkikis dan tidak ada satupun universitas yang dibangun untuk semua etnis yang ada.6 Dengan demilian konsep bersatunya Yugoslavia
semangkin hilang didalam kehidupan antar etnis dan tradisi yang selama ini menyatukan Yugoslavia.


2.    Aktor intervensi dalam konflik Kosovo.
Semenjak Serbia dipimpin oleh Slobodan Milosevic terjadi kerusuhan etnis, kerusuhan etnis memuncak ketika di sahkannya amandemen undang-undang dasar Republik Serbia, yang menyatakan bahwa otonomi Kosovo berada dibawah pengawasan pemerintah republik Serbia (Maret 1989).
Padahal sebelum diubah berdasarkan konsitusi 1974 Serbia tidak mempunyai wewenang terhadap propinsi otonominya.Tidak setujunya etnik Albania di Kosovo terhadap amandemen undang-unadang dasar republik Serbia yang berisi mengenai otonomi Kosovo di bawah pengawasan pemerintah republic Serbia, dan etnis Albania baik kaum moderat maupun kaum radikal yang mengandalkan kekuatan bersenjata berpegang teguh pada cita-cita kemerdekaan Republik Kosovo.
Dengan adanya keinginan etnis Albania untuk mordeka dan menjadikan Republik Kosovo sebagai negara yang berdaulat terpisah dari Serbia maka menimbulkan aksi ageresif Slobodan Milosevic menumpa gerliawan dan mengusir etnik Albania dari kosovo, Milosevic menggelegar KLA (Tentara Pembebasan Kosovo) untuk memberantas kelompok separatis yang mengupayakana kemordekaan kosovo. Sedangkan Serbia berpendapat Kosovo secara historis berada dalam kawasan dan sebagai bagian Serbia, dan bagi mereka UCK adalah kelompok teroris yang harus dihancurkan. Dengan adanya aksi berutal tersebut, mengakibatkan banyak korban berjatuhan dari warga sipil Albania.
Berdasarkan laporan pasukan Yugoslavia dan milisi Serbia sudah membantai ribuan warga sipil Albania di Kosovo, mereka juga membakar desa dan kota serta mengusir penduduknya. Pembantaian etnis Albania oleh tentara-tentara Serbia di bawah komando Slobondan Milosevic mendapat aksi protes Amerika Serikat dan negara-negara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Ancaman Amerika Serikat dan NATO terhadap Persiden Serbia (Slobondan Milosevic) untuk menghentikan aksi pembantaian etnis Albania yang di lakukan oleh tentara-tentara Serbia tidak di gubris oleh Slobondan Milosevic, tidak di gubrisnya ancaman Amerika Serikat dan NATO oleh Slobondan Milosevic memaksa Amerika Serikat dan NATO melakukan invasi ke Serbia, dengan tujuan untuk menyelamatkan etnis Albania dan Kosovo dari pembantian lebih lanjut tentara-tentara Serbia di bawah komando Slobondan Milosevic.
Dengan situasi yang tidak kondusif di wilayah Yugoslavia, PBB mengerahkan pasukan perdamaiannya ke wilayah Yugoslavia untuk meredam konflik. Pengerahan pasukan oleh PBB ke wilayah Yugoslavia merupakan pengerahan pasukan terbesar dan terlama sepanjang sejarah penugasan pasukan PBB dalam misi internasionalnya guna menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Situasi ini merupakan momentum yang sangat baik bagi kegiatan PBB untuk kepentingannya terutama untuk mendapatkan bantuan dana dari masyarakat internasional. Tidak ketinggalan pula bagi NGO-NGO, krisis yang terjadi di wilayah eks. Yugoslavia merupakan ladang yang subur untuk berkiprah sesuai dengan kepentingannya baik dalam rangka kepentingan kemanusiaan ataupun yang lainnya sesuai dengan misi dari NGO yang bersangkutan. Akan tetapi tidak sedikit dari NGO tersebut justru banyak yang memperkeruh situasi di banding membantu penyelesaian masalah yang terjadi. Misalnya lewat NGO terjadi penyelundupan senjata atau personel NGO merangkap jadi agen intelejen pihak-pihak tertentu di wilayah Yugoslavia.

Latar belakang kemanusiaan dalam konflik Kosovo

Konflik yang terjadi di Kosovo telah menjadi salah satu perhatian utama dunia internasional. Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa etnik Serbia yang dipimpin oleh Slobodan Milosevic berusaha untuk menghalang halangi keinginan etnik Albania di Kosovo untuk mendirikan republik Kosovo yang lepas dari Serbia. Dengan mencabut hak otonomi Kosovo pada tahun 1989, dan berupaya untuk melenyapkan etnik Albania di Kosovo . Tindakannya itu telah mengakibatkan terjadinya tragedi kemanusiaan didaerah Balkan. Dengan politiknya di Kosovo yaitu ‘pembersihan etnik’ yang dilakukan secara bertahap, sistematis, dengan dibarengi strategi bumi hangus. Tentara Serbia menyerbu Kosovo dan membunuh penduduk sipil serta membumi hanguskan desa-desa disana. Melihat kejadian tersebut mau tak mau membuat masyarakat internasional kembali berpikir untuk segera turun tangan. Terutama, ketika melihat besarnya jumlah korban yang menderita dan meninggal dunia, serta ketika negara yang seharusnya berkewjiban menangani masalah keamanan ternyata tak mampu, atau tak mau berbuat sesuatu. Negara Barat hanya melihat dari sudut pandangnya bahwa Kosovo hanyalah
wilayah yang kecil, berpenduduk sedikit ,dan miskin. Pelajaran baru yang kita dapatkan, hanyalah bahwa masyarakat dunia tak bisa tinggal diam melihat pelanggaran HAM dilakukan secara terang- terangan dan sistematis. Kita juga kini tahu bahwa, bila ingin mendapatkan dukungan masyarakat dunia, intervensi harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip universal yaitu yang berpegang pada piagam PBB. Saat ini, kita akan tahu persis bahwa tujuan piagam itu melindungi hak-hak azasi manusia bukan pelanggar hak-hak azasi manusia.
Dalam hal ini, masalah intervensi kemanusiaan tidak dapat dianggap mudah atau begitu saja karena adanya kompleksitas didalamnya. Seperti halnya memastikan secara ‘hitam-putih’ siapa salah siapa benar dalam kasus begini. Yang mengintervensi akan membenarkan tidakannya dengan alasan kemanusiaan, sementara yang diintervensi akan mengecam si pengintervensi dengan alas an melanggar kedaulatan negara. Menurut futurology, batas-batas negara kelak makin kabur di masa mendatang, intervensi kemanusiaan justru akan mendapatkan pembenaran. Orang-orang akan meganggap “ sah-sah saja” berbuat demikian. Hanya saja bukan berarti lalu tak ada lagi persoalan. Sebab, sangat mungkin intervensi semacam itu dijadikan kedok untuk memaksakan kepentingan negara tertentu.
Intervensi pihak luar yang terjadi di Kosovo sebagai bentuk kausalitas konflik yang terjadi di daerah tersebut pada awalnya dilakukan oleh negara negara Barat ( Eropa ) Tetapi Barat lebih berpihak kepada Serbia, beranggapan bahwa Kosovo harus tetap menjadi bagian Republik Federasi Yugoslavia dan mempercayai Serbia sebagai faktor stabilitas wilayah Balkan. Pendapat ini keliru karena Serbia melakukan tindakan yang malah memicu pertentangan semakin tajam. Konflik terus berkecamuk di Kosovo. Amerika yang mengaku sebagai polisi dunia dan berperan penting menjaga ketertiban dan keamanan dunia merasa
terpanggil untuk ikut campur menyelesaikan konflik yang terjadi. Salah satu niat baik yang diberikan Amerika dengan mengupayakan perdamaian melalui bentuk persetujuan konsep perdamaian yang dibawa oleh duta perdamaian Amerika Serikat Richard Hoolbrooke. Dengan tujuan membujuk Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic untuk menyetujui konsep perdamaian dengan etnik Albania di propinsi Kosovo, yang antara lain ditandai dengan pemberian otonomi penuh pada Kosovo dan kehadiran pasukan penjaga perdamaian Barat dipropinsi ini. Ternyata upaya ini tidak direspon dengan baik oleh Milosevic.
Sejak berlangsung perundingan sebelumnya di Rambouillet, di luar kota Paris, AS dan negaranegara Pakta pertahanan Atlantik Utara NATO sudah memperingatkan Milosevic, dengan ultimatum kalau ia bersikeras tidak mau menyetujui konsep perdamaian yang ditawarkan, maka negara tersebut ( Yugoslavia ) akan diserang. Dan terbukti Milosevic tetap bersikukuh dengan pendiriannya tidak mengindahkan ancamantersebut.
Akhirnya pada hari Rabu siang 24 Maret 1999, di ruang Ruang Oval Gedung Putih atas laporan Penasihat Keamanan Nasionalnya, Sandy Berger bahwa misi duta perdamaiannya mengalami kegagalan dan permohonan persetujuan penyerangan atas Yugoslavia. Dengan tegas Bill Clinton menyatakan penyerangan terhadap Yugoslavia. Berger lalu kembali ke kantornya dan memanggil Jendral Hugh Shelton, Kepala Pimpinan Staf Gabungan, yang meneruskan keputusan presiden tersebut ke kantor Jendral Wesley Clark, Panglima tertinggi NATO di Brussels, Belgia. Disini terlihat bahwa Amerika Serikat secara sepihak membuat keputusan penyerangan terhadap Serbia tanpa pertimbangan dan persetujuan Dewan Keamanan PBB, sebagai Badan Organisasi Internasional. Sekitar dua jam kemudian saat malam sudah turun di Pristina, ibu kota Kosovo terjadi beberapa kali ledakan, sejak itu Operasi Kekuatan Gabungan ( Operation Allied Force )NATO mulai dilancarkan. Serangan udara yang dilancarkan NATO di Kosovo penuh dengan drama ,sangat menarik dari kaca mata kajian strategi dan politik, perang udara terbesar di Eropa sejak tahun 1945 dimulai. Dalam penyerbuannya ini AS mengerahkan hampir seluruh kekuatan persenjataannya termasuk juga rudal berpengarah laser dan persenjataan teknologi tinggi lainnya serta kekuatan udara berupa berbagai jenis pesawat perang.Guna ambil bagian dalam perang yang didalamnya terkandung kekejaman abad pertengahan. Dalam serangan ini pihak NATO menyatakan berupaya keras menghindari jatuhnya korban baik warga sipil maupun bangunan sipil. Meski NATO dalam Operasi Allied Force sudah mengerahkan kekuatan udaranya yang spektakuler, tetapi Presiden Milosevic masih sanggup bertahan, bahkan sebenarnya sempat ngotot.
Sepekan setelah serangan NATO, aksi Milosevic menumpas gerilyawan dan mengusir etnik Albania dari Kosovo masih terus menggencar. Oleh KLA ( Tentara Pembebasan Kosovo ), kelompok separatis yang mengupayakan kemerdekaan Kosovo, pasukan Yugo dan milisi Serbia dilaporkan sudah membantai ribuan warga sipil Albania di Kosovo. Mereka juga membakar desa dan kota, serta mengusir penduduknya.
Atas aksi tersebut, gelombang pengungsi yang berjumlah ratusan ribu, mengalir membanjiri negara disekitar Yugo, seperti Albania, Macedonia, dan Turki. Tragedi kemanusiaan di Kosovo ini sempat disebut sebut sebagai bencana paling besar yang terjadi di Eropa sejak berakhirnya Perang Dunia II. Dengan latar belakang sepert itu, NATO bertekad melanjutkan serangan udara hingga Presiden Milosevic bersedia menendatangani perjanjian Rambouillet.
Setelah persetujuan dicapai antara NATO dan Yugoslavia, pengungsi Kosovo etnik Albania segera bergegas kembali ke kampung halaman, dan tentara Serbia yang dikirim ke Kosovo pun juga kembali kedaerah asalnya (meski pada sebagian waktu kemarin mereka harus sembunyi dari gempuran serangan udara NATO ), semua bisa melihat kehancuran yang ada. Selain sasaran militer, bom-bom NATO juga menghancurkan prasarana sipil seperti jembatan, juga pabrik dan fasilitas umum. Setelah Milosevic menyerah dan Kosovo diberikan di bawah pengawasan internasional. Sekilas membaca penjelasan diatas mengenai intervensi kemanusiaan di Kosvo, dapat diambil pemahaman bahwa,campur tangan yang dilakukan Amerika Serikat dan Sekutunya yang tergabung dalam Pakta Pertahanan NATO adalah dalam bentuk Intervensi Kekuatan Bersenjata.
kesimpulan



Keberadaan intervensi kemanusiaan dalam upaya penyelesaian konflik masih menjadi sesuatu yang tidak mungkin terlepas dari kepentingan aktor pelaku intervensi. Keterlibatan NATO dan negara-negara anggotanya dalam menyelesaikan konflik Kosovo lebih banyak mempergunakan jalan kekerasan,karena menurut mereka cara-cara damai hanya akan menghabiskan waktu dan memberi kesempatan bagi Serbia untuk melakukan tawar-menawar. Jika itu dilakukan sama saja menunjukkan kelemahan NATO yang dalam situasi ini seharusnya bertindak sebagai pemegang kendali.
 NATO juga merasa berhak untuk melakukan intervensi dalam konflik Kosovo, karena di Kosovo dapat dikatan telah terjadi pelanggaran HAM berat dimana terdapat usaha pemusnahan etnis Albania atas etnis Serbia yang secara tidak langsung dikomandoi oleh Slobodan Milosevic. Amerika Serikat yang tergabung dalam NATO dan mengikuti Operasi Allied Force pun mempunyai kepentingan tersendiri dalam intervensi tersebut, yaitu ingin mendapatkan simpati dan berusaha membendung hegemoni Rusia yang cukup berpengaruh juga di kawasan Eropa Timur.












Daftar pusaka

Konflik Kosovo dan Kekuatan Udara, dalam http://www.angkasaonline.
com/09/10/opini/opini1.htm,
Laporan Tahunan KBRI di Beograd II 1989/1990
Dari konflik pasca Perang Dingin : Studi Kasus Yugoslavia, Laporan Penelitian FISIP UGM Yogyakarta,1996.

1 komentar: